Arsip Blog

Kamis, 14 April 2011

Seputar Ilmu Pendidikan


Pohon ilmu pendidikan:
a) Akar-akar ilmu pendidikan
Ada banyak ilmu, ada pohon ilmu-ilmu, yaitu tentang bagaimana ilmu yang satu berkait dengan ilmu lain. Disebut pohon karena dimengerti pastilah ada ibu (akar) dari semua ilmu. Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis keterangan yang diberikan.
Menurut cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat: eksistensialisme, fenomenologi, nihilisme, materialisme, dan sebaginya.
 b) Asumsi-asumsi yang melandasi ilmu tersebut
Ilmu pendidikan  akan membuka jendela mata dan pikiran kita terhadap dunia. Bagian antara akar dan dahan-dahan  sebuah pohon disebut batang. Pohon besar, biasanya memiliki  batang yang  besar  pula. Selain itu, batang yang besar dan kuat, selalu disangga oleh akar yang kuat Jarang ada pohon besar, batangnya kecil. Kalau ada, biasanya cepat ambruk, karena tidak kuat menyangga dahan-dahan,ranting-ranting, dan  dedaunannya. Apalagi  fungsi akar, selain  mencari sari pati makanan, juga sebagai penyangga atau dasar tegaknya sebatang pohon.
Analisa ilmu pendidikan dalam kaitan dengan psikologi:
Psikologi pendidikan merupakan sub disiplin ilmu psikologi. Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike pada tahun 1903 sebagai “”middlemen mediating between the science of psychology and the art of teaching”.  Dalam banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.
Psikologi pendidikan merupakan gabungan dari dua bidang studi yang berbeda.
Pertama adalah psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang pikiran dan perilaku manusia serta hubungannya dengan manusia. Tentu saja tidak hanya mempelajari manusia dalam kesendiriannya, melainkan juga mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.
Kedua adalah pendidikan itu sendiri atau lebih khusus adalah sekolah. Jadi, sebagai sebuah subdisiplin ilmu sendiri dalam psikologi, psikologi pendidikan memfokuskan diri pada pemahaman proses pengajaran dan belajar yang mengambil tempat dalam lingkungan formal.
Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran, motivasi, kognitif, emosional, dan perkembangan moral serta hubungan orangtua anak. Selain itu psikologi pendidikan juga mendalami sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan khusus.
Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses dan interaksi proses itu dengan pendayagunaan kognitif dan penyelenggaraan pendidikan keguruan. Karena berkecimpung di ranah sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan. Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Psikologi pendidikan mengambil masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar.
Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang tua, guru dan profesional lainnya). Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan psikoanalis. Mereka juga harus sadar dengan teori dan riset yang muncul dari ranah tradisional psikologi seperti perkembangan (Piaget, Erikson, Kohlberg, Freud), bahasa (Vygotsky dan Chomsky), motivasi (Hull, Lewin, Maslow, McClelland), testing (intelegensi dan kepribadian) dan interpretasi tesnya.

Pandangan kontinental dengan pandangan Anglo American.
 Pandangan ilmu pendidikan kontinental, yang bersifat teoritis, merupakan ilmu pendidikan yang berkembang di daratan Eropa terutama di Jerman dan Belanda; di lain pihak, pandangan Anglo American—yang bersifat praktis implementatif dan pragmatis—adalah ilmu pendidikan yang berkembang di daratan Amerika, terutama Amerika Utara. Kedua pandangan ini berbeda dilatari oleh pandangan filsafat yang mengkerangkengi berbeda mazhab. Pandangan filsafat pendidikan kontinental bermazhabkan idealisme dan dialektis, di mana rasio menjadi sesuatu yang unggul. Tokoh yang banyak mewarnai mazhab ini adalah Immanuel Kant dan Hegel. Dalam mazhab ini, realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak, dan lain-lain (jadi bukan materi).
Di lain pihak, mazhab Anglo American—dipelopori oleh John Dewey dengan aliran filsafat pragmatismenya—memandang ide sebagai instrumen dan rencana tindakan. Mazhab filsafat pragmatisme berpandangan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, metode-metode eksperimental dan usaha-usaha praktis. Pemikiran harus berhubungan dengan praktik dan aksi.
Dengan demikian, dapat diinferensi bahwa pandangan ilmu pendidikan kontinental berorientasi pada aspek akademik dan riset. Sedangkan pandangan ilmu pendidikan Anglo American lebih menekankan aspek pelatihan kejuruan (vocational training) dan berbagai keterampilan (skills) yang langsung dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas (pragmatisme).
 
Mengapa perlu berfikir ilmiah dalam mengkaji ilmu pendidikan?
 Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan manusia secara ilmiah. Filsafat disebut juga ilmu pengetahuan yg mencari hakekat dari berbagai fenomena kehidupan manusia.
Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis dan koheren tentang seluruh kenyataan (realitas). Filsafat merupakan refleksi rasional (fikir) atas keseluruhan realitas untuk mencapai hakikat (= kebenaran) dan memperoleh hikmat (= kebijaksanaan).
Aspek filsafat sesungguhnya merupakan faktor yang sangat penting dalam mengkaji ilmu pendidikan di suatu negara, meskipun bukan satu-satunya determinan. Di samping kajian filsafat mengenai eksistensi ilmu pendidikan, perumusan dan kejelasan filsafat pendidikan itu sendiri akan menentukan kebijakan dasar pendidikan, dan selanjutnya menentukan tingkat kemajuan dan perkembangan pendidikan nasional.
Atas dasar itu ilmu dan aplikasi pendidikan secara komprehensif membahas berbagai aspek dan persoalan pendidikan teoritis/filosofis, pendidikan praktis, pendidikan disiplin ilmu, dan pendidikan lintas bidang, sangatlah tepat dan strategis. Sejumlah ahli mengungkapkan bahwa di tengah kecendrungan pragmatisme dalam dunia pendidikan, ilmu pendidikan merupakan ilmu yang cenderung kurang berkembang. Ilmu pendidikan bukan saja tidak memiliki daya pikat dan daya tarik yang kuat, tapi juga bersifat konservatif, statis, kurang menghiraukan aspirasi kemajuan, dan semakin terlepas dari konteks budaya masyarakat.

Apa dan bagaimana berfikir ilmiah?
 Berpikir ilmiah merupakan berpikir untuk memperoleh kebenaran rasional yang dapat diterima oleh akal pikiran manusia dengan  menggunakan sejumlah kaidah-kaidah, diantaranya: objektif, metodis, dan sistematis.  
Objektif berproposisi tidak terdistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif. Metodis berproposisi memiliki sejumlah langkah-langkah ketat dan sistematis berupa pengamatan empiris dan perumusan hipotesis. Rasional ber-construe masuk akal. Kaidah objektif, metodis, dan sistematis pada dasarnya diderivasi dari perkembangan paham rasionalisme, yang menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan manusia dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran. Dalam faham ini, idea tau akal dipandang sebagai sumber pengetahuan manusia.

Dua tokoh filsafat berjasa dalam membangun ilmu pendidikan.
 a. Siapa mereka itu?
Tokoh filsafat (philosopher) yang berjasa dalam membangun ilmu pendidikan adalah Plato dan Aristoteles.
 Plato
Plato, yang hidup pada 427 – 347 SM, adalah seorang filsuf Yunani yang banyak memberikan kontribusi dalam pemikiran pendidikan. Dalam pandangan Plato, pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga negara. Negara menurut Plato wajib memberikan pendidikan kepada setiap warga negaranya. Namun demikian, setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing sesuai jenjang usianya. Sehingga pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa dan negara.
Plato berpendapat bahwa idealnya dalam sebuah negara, pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang paling khusus. Berikut sejumlah poin-poin penting dari pandangan Plato terhadap pendidikan:
(1) peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia adsalah membebaskan dan
      memperbarui. Pembebasan dan pembaruan itu akan membentuk manusia utuh,
       yakni manusia yan berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa yang
      mengantarkannya ke idea yang tinggi yaitu kebajikan, dan keadilan;
(2) tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap
      individu dan melatihnya sehingga ia  menjadi seorang warga negatra yang baik,
      masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien
      sebagai seorang anggota masyarakat;
(3) pendidikan yang baik haruslah direncanakan dan diprogramkan dengan baik agar
      dapat berhasil dengan baik. Sedikitnya ada tiga tahap usia, yaitu pertama,
      pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga sampai usia dua puluh tahun.
       Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun sampai usia empat puluh tahun.
 Aristoteles
Aristoteles (367-345) adalah filsuf Yunani yang merupakan murid Plato. Berikut sejumlah pandangan Aristoteles tentang pendidikan
(1) pendidikan bukanlah soal akal semata-semata, melainkan soal memberi bimbingan
      pada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu;
(2)  pendidikan yang baik itu mempunyai tujuan untuk kebahagiaan;
(3)  pembiasaan sangat penting terutama pada pendidikan dasar. Pada tingkat
      pendidikan usia muda itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral;
(4) prinsip pokok pendidikan adalah pengumpulan dan penelitian fakta-fakta belajar
      induktif, seuatu pencarian yang objektif akan kebenaran sebagai dasar dari semua
      ilmu pengetahuan;
(5)  pendidikan yang baik menurut Aristoteles harus diberikan pada semua anak.
      Mereka sebaiknya diberikan pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka sesuai
      karakter individu peserta didik;
(6)  disiplin merupakan hal yang esensial dalam mengajarkan para pemuda untuk
      mematuhi perintah-perintah dan mengendali gerakan hati mereka.
 
Penalaran yang melandasi pengetahuan?
.Penalaran yang digunakan oleh Plato masih bersifat spekulatif dalam mencari kebenaran melalui metode ilmiah. Plato mengajukan dua dunia yang mengatakan bahwa dunia menjadi dunia ide dan dunia inderawi. Dua dunia tersebut masing-masing saling mempengaruhi. Namun menurut Plato dari dua dunia itu, dunia ide memiliki keunggulan dibanding dengan dunia inderawi yang dipandang memiliki keterbatasan. Sebaliknya penalaran yang dikemukakan oleh Aristoteles sudah bersifat ilmiah, karena dilandasi oleh  sifat-sifat objektif dari suatu penelitian ilmiah,  terutama dalam menarik kesimpulan yang dilakukan dengan dua metode induktif dan deduktif. Metode induktif adalah penarikan kesimpulan yang bertitik tolak dari data-data konkret menuju pada kesimpulan umum. Dalam rangka mengambil kesimpulan yang bersifat induktif, maka yang harus dilakukan adalah melalui sejumlah tahapan, sebagai berikut:
(1) perumussan masalah,
(2) pengajuan hipotesis,
(3) pengambilan sampel,
(4) verifikasi, dan
(5) tesis.
Sedangkan metode deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus. Dalam metode deduksi yang diperlukan adalah ketertiban dalam bernalar (logika). Antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain tidak boleh ada kontradiksi. Dalam metode ini ada tiga jenis pernyataan, yaitu
(1) pernyataan universal,
(2) pernyataan partikular, dan
(3) kesimpulan, sebagai hasil penalaran deduksi.
Dari uraian di atas bahwa penalaran yang dikemukakan oleh Aristoteles yang berkaitan dengan induktif dan deduktif merupakan cara kerja ilmu pengetahuan yang menjamin tercapainya pengetahuan yang objektif, ilmiah dan sistematis.
  
Proses berfikir
- Contoh metode induktif.
Ular berjalan merayap
Biawak berjalan merayap
Buaya berjalan merayap
Ular, biawak dan buaya binatang melata
Kesimpulan: Semua binatang melata jalannya merayap
-    Contoh metode deduktif.
Semua besi dapat ditarik magnet.
Seng mengandung unsure besi.
Kesimpulan: Seng dapat ditarik magnet

Proses berfikir dalam kaitan dengan menarik kesimpulan dalam kajian ilmu pendidikan.
a.    Induktif.
(1) Kemampuan menulis mensyaratkan penguasaan kosa-kata
(2) Kemampuan menulis mensyaratkan pengetahuan tata bahasa
(3) Kemampuan menulis mensyaratkan keahlian retorika
Kesimpulan: Kemampuan menulis mensyaratkan penguasaan kosa-kata, pengetahuan tata bahasa, serta keahlian retorika.

b.    Deduktif.
(1) Orang yang mampu berkarya tulis harus banyak membaca.
(2) Otong Setiawan Djuharie banyak membaca.
Kesimpulan: Otong Setiawan Djuharie mampu berkarya tulis.

Fenomena dan Masalah Individual & Perkembangan Sosialnya. 

Ilmu pendidikan memberi perhatian khusus pada masalah individu dan lingkungan sosial peserta didik mengingat kedua hal itu saling mempengaruhi satu sama lainnya. Terutama aspek lingkungan sosial turut mempengaruhi perkembangan individu dalam membentuk kepribadian. Kepribadian inilah dipandang sebagai identitas manusia yang mewarnai tindakan dan perilaku manusia yang khas dan unik. Hal ini dapat dimaknai bahwa lingkungan yang beragam menyebabkan setiap individu berbeda satu sama lain. Dari konsep ini maka secara umum faktor khusus yang menyebabkan manusia saling berbeda, faktor itu adalah faktor yang ditimbulkan oleh hereditas dan faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan. Antara kedua faktor ini terdapat pola-pola kombinasi dan interaksi yang sangat kompleks, sehingga seringkali tidak mudah bagi kita untuk membedakan akibat-akibat manakah yang sungguh-sungguh ditimbulkan oleh hereditas dan akibat-akibat mana yang betul-betul ditimbulkan oleh lingkungan. Adanya perbedaan-perbedaan individu inilah tugas ilmu pendidikan mengkaji peserta didik (manusia muda) untuk menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab.
 a)    Tugas ilmu pendidikan, dengan demikian, adalah melakukan berbagai upaya pendidikan (meminjam istilah Tilaar: habitus) dalam rangka membina dan membimbing pribadi-pribadi (peserta didik) seoptimal mungkin agar mereka menjadi manusia yang memiliki kepribadian matang dan dewasa.
 b)    Jelaskan.
ilmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik
tetapi definisi yg terpenting :
-Meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran, dan toleransi
-Meningkatkan "questioning skills" dan kemampuan menganalisakan sesuatu  termasuk   pendidikannya!
-Meningkatkan kedewasaan individu - dari definisi di atas kami harus sangat kuatir kalau tujuannya hanya "pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok" - kita perlu tahu; (a) merubah sesuai dengan keinginan siapa, (b) menguntungkan siapa, (c) apakah kita menjadi robot atau manusia kalau "sikap dan tata laku" sama? Untuk perkembangan negara (negara yang mana saja) kami sangat perlu pendidikan yang menghargai kreativitas dan "individual thinking" supaya negara dapat membuat sesuatu yang baru dan lebih baik (tidak hanya meng-copy negara lain)

Pendidikan dan pembelajaran intrinsik.
 Pendidikan dipandang sebagai suatu proses manusiawi berupa tindakan komunikatif antara peserta-didik dan pendidik yang bertujuan etis yaitu membantu pengembangan kepribadian peserta-didik seutuhnya dalam konteks lingkungan alamiah dan kebudayaan yang berkeadaban. Interaksi peserta-didik dan pendidik dalam tujuan tertentu dari konsep tersebut mengindikasikan bahwa kajian ilmu pendidikan adalah dalam upaya memberdayakan peserta-didik sebagai manusia muda dengan mengarahkan perilaku-perilaku etis untuk bekal mengarungi menghadapi kehidupan di masa datang. Adapun komponen yang dibutuhkan dalam mengubah perilaku manusia (muda) tersebut, di antaranya adalah adanya peserta didik, pendidikan, tujuan pendidikan, dan proses pembelajaran. Menurut Semiawan (1988) perilaku dalam ilmu pendidikan adalah memanusiakan manusia dalam rangka mencapai manusia seutuhnya.
Pembelajaran intrinsik, menurut Brown (2008), merupakan konsep pedagogik yang berorientasi pada peserta didik sebagai subjek pendidikaan. Subjek pendidikan dalam pembelajaran ini digali potensi-potensi yang terkandung di dalam diri peserta didik (intrinsik) seoptimal mungkin. Tujuan dari pembelajaran intrinsik ini tidak lain dalam rangka memanusiakan manusia muda menjadi manusia dewasa yang dapat beraktualisasi diri ke dalam masyarakat sebagai individu yang memiliki kepribadian yang bertanggungjawab. Pembelajaran intrinsik ini dapat dipandang sebagai transformasi dari pendidikan yang bersifat humanis, yang memberikan ruang merdeka bagi peserta didik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat yang bermakna. 
Imbalan paling kuat adalah penghargaan yang muncul dari dorongan intrinsik dalam diri pembelajar.  Karena tindakan berakar dari kebutuhan, keinginan, atau hasrat dalam diri seseorang, tindakan itu sendiri merupakan penghargaan tersendiri; Pembelajaran intrinsik dapat mengoptimalkan proses serta out-put pembelajaran.
  
Penalaran deduktif dan induktif dalam kaitan dengan gejala perilaku manusia.

Penalaran Deduktif 
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Apabila dilihat dari beberapa aspek terdapat sedikit kesamaan antara kedua penalaran ( deduktif & induktif ) keduanya seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika. .
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
• The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut. 
• The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
• The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
• Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
• Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
• General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Penalaran Induktif

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif
Metode induktif, Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Konsep dan simbol dalam penalaran, Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.

Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
 Macam-macam penalaran induktif
Mengacu kepada kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Generalisasi Sempurna dan Generalisasi Sebagian .
Generalisasi
1. Generalisasi Sempurna adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki semua, contoh. Semua bulan masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31 hari. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena, yaitu jumlah hari pada setiap bulan dalam satu tahun diselidiki tanpa ada yang ditinggalkan. Generalisasi semacam ini, memberikan kesimpulan yang sangat kuat dan tidak dapat dipatahkan tetapi prosesnya tidak praktis dan tidak ekonomis.
2. Generalisasi Sebagian, yaitu generalisasi dimana kesimpulannya diambil berdasarkan sebagian fenomena yang kesimpulanya berlaku juga bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, misalnya. Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia adalah menusia yang suka bergotong-royong kemudian diambil kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi sebagian (probabilitas).
Analogi
Analogi adalah suatu bentuk penalaran dengan jalan mempersamakan dua hal yang berlainan. Kedua hal itu diperbandingkan untuk dicari persamaannya. Analogi dilakukan dengan mempersamakan kedua hal yang sebenarnya berlainan. Analogi dan generalisasi dapat dikatakan mempunyai hubungan, dalam analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kesamaan tertentu pada beberapa segi dan menyimpulkan keduanya memiliki kesamaan dalam segi yang lain. Sedangkan generalisasi memperhatikan hal yang sama dari hal-hal yang berbeda dan kesimpulannya bersifat universal, sedangkan pada analogi kesimpulannya berlaku partikular.
Macam-Macam Analogi .
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsur, yaitu: .
1.Peristiwa pokok yang menjadi dasar an alogi .
2.Persamaan prinsipal yang menjadi pengikat .
3.Fenomena yang hendak kita analogikan .
Dari unsur-unsur tersebut akan muncul berbagai macam analogi, seperti :
1.Analogi Induktif .
Analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua ..
Contoh:
a.Sarno anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur .
b.Sarni anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur .
c.Sardi anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur .
d.Sarto adalah anak pak Sastro /  Sarto anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, partikular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak Pak Sastro yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur .
2.Analogi Deklaratif .
Analogi yang menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang di kenal. .
Contoh:
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah. .
3.Analogi Noninduktif (analogi logis) ,
a.“Hanya orang bijaksana yang menyukai puisi”. Kalimat tersebut sama maknanya
     dengan “Semua orang bijaksana menyukai puisi” .
b.“Hanya perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak”, kalimat tersebut
    tidak sama dengan “Semua perempuan mengandung dan melahirkan anak” .
    Kedua kalimat diatas mempunyai pola yang sama yaitu “Hanya….yang…”, namun analogi diatas bukan merupakan analogi induktif, karena kesimpulannya tidak bersifat empiris.  Artinya kesimpulan dari analogi noninduktif tidak dapat di diskonfirmasi atau disangkal oleh bukti-bukti empiris. Namun analogi tersebut juga bukan analogi deduktif, karena argumen deduktif dapat di nilai benar salahnya dengan mengacu pada bentuk logis tertentu atau definisi istilah yang di gunakan. Oleh karena itu, analogi ini dapat di sebut analogi logis non induktif tapi juga nondeduktif.
Cara Menilai Analogi .
Untuk mengukur sejauh mana sebuah analogi dapat di percaya, diketahui dengan alat sebagai berikut:
1.Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang di analogikan.
Semakin besar atau semakin banyak peristiwa sejenis yang di analogikan, semakin besar pula tarap ketrpercayaannya. .
2.Sedikit banyaknya aspek yang menjadi dasar analogi. .
3.Sifat dari analogi yang kita buat. Semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analogi itu. .
4.Mempertimbangkan unsur yang berbeda pada peristiwa yang di analogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur2 yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.
5.Relevan atau tidaknya masalah yang di analogi. Bila tidak relevan analogi tidak akan kuat dan bisa gagal, .
Kesesatan Analogi .
Kesesatan dalam analogi bisa terjadi karena kita terlalu cepat menarik konklusi, sedangkan fakta yang di jadikan dasar tidak cukup mendukung konklusi tersebut atau terlalu sedikit. Kemudian terjadi karena Kecerobohan dan Prasangka.
Contoh:
1.Seorang pria bertemu seorang gadis Solo di pesta, kemudian di sebuah toko dia bertemu seorang gadis solo yang lain, sewaktu melihat pentas dia melihat seorang gadis solo menari. Ketiga gadis itu sama-sama luwes. Lalu dia beranggapan “Semua gadis Solo luwes”.
2.“Saya pernah di keraton Surakarta, saat Sri Susuhunan berulang tahun. Saya melihat lima belas gadis, semua berkebaya dan cantik. Memang semua gadis Surakarta itu berkebaya dan cantik ”.
3.Seorang pemuda luar pulau menikahi gadis Solo dan membawanya pulang kampung. Ibunya berkata, “Istrimu kalau bicara seperti penjual ayam di pasar?”, jawab pemuda tersebut “Ah, itu karena ibu kalau bicara keras-keras sehingga ia kira ibu kurang pendengaran”. Suatu saat ibunya berkata, “Istrimu jalannya kok seperti di kejar maling?”, “Ah, itu karena ibu selalu membuat dia terkejut dan ketakutan”.
Selain ketiga hal tersebut diatas, analogi juga bisa keliru karena membuat persamaan yang tidak tepat. .
Contoh:
“Antara kita dan binatang mempunyai persamaan yang sangat dekat. Binatang bernafas, kita juga bernafas. Binatang makan, kita juga makan. Binatang tidur dan istirahat, kita juga tidur dan istirahat. Binatang kawin, kita juga kawin. Jadi dalam keseluruhan binatang sama dengan kita.”
Pernyataan di atas hendak menyimpulkan bahwa manusia sama dengan binatang dengan mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada keduanya, padahal yang di samakan itu bukan masalah yang pokok.

1 komentar: